Ceritaria

Aceh memang kaya akan kedai kopi. Tak heran, jika Banda Aceh di sebut sebagai kota seribu kedai kopi.  Aku dan keluarga, termasuk orang yang sering menghabiskan waktu akhir pekan di kedai kopi. Mulai dari sekedar ngopi, ngemil, atau bahkan makan malam di sana. Kadang berdua bareng suami ataupun lengkap dengan ke empat anak kami. Di Banda Aceh tersedia berbagai macam tampilan kedai kopi. Ada yang klasik dan ada yang modern. Yang klasik, layaknya warung kopi tempo dulu. Ruang sederhana tanpa aksesoris interior apa-apa, dan hanya ditemani televisi atau bahkan tidak ada televisi. Yang modern biasanya akan ada banyak fasilitas. Mulai dari televisi, WiFi dengan desain interior dan perabotan yang kekinian. Yang menarik bagiku. Jika ada kedai kopi berada di dekat jembatan dan diantara sawah-sawah. Belum lagi jika bunga-bunga bermekaran diantara kolam-kolam ikan yang lebar-lebar.  Duh, sungguh itu pemandangan yang indah sembari menyeruput sanger dan menikmati mie rebus di tepi kolam. 

Lelaki itu Ia yang berjanji menunggu di tepi sebuah haud. Ia yang menyimpan air sebuah telaga untuk saudaranya yang dirindukan bahkan sebelum melihat wajahnya. Hingga para sahabat cemburu dan bertanya perihal saudara lelaki itu. Ia pula yang mengkhawatirkan orang lain saat maut sedang menjemputnya. Berharap, hanya ialah yang akan merasakan sakitnya ketika malaikat Izrail melaksanakan tugasnya. Ia yang 14 abad yang lalu merindukan orang-orang yang tidak pernah berjumpa dengannya, namun beriman dan mengikuti segala sunnahnya. Bahkan dalam doa-doanya yang terbaik telah dipersiapkan untuk berjumpa dengan saudara-saudara yang tak pernah dilihat wajah dan rupanya seperi apa ketika nanti di Padang Mahsyar. Lelaki istimewa bersahaja itu...  Yang selalu memuliakan wanita bahkan hingga ajalnya menjemput, khawatir seperti apa kelak wanita akan diperlakukan. Akankah dimuliakan? Atau ditelantarkan? Allahumma sallim wa barik Alaik. Sungguh engkau lelaki mulia yang tak pernah tergantikan sepanjang ma