zam-zam Penyelamat

Zam-zam penyelamat

Pagi itu aku keluar dari masjid Nabawi dalam keadaan lapar. Iya, setelah bergumul dalam lautan manusia menuju pintu Raudhah, perutku terasa melilit sekali. Entah berapa gelas air zam-zam yang telah kuhabiskan untuk sekedar mengisi lambung. Setidaknya, cukup punya tenaga untuk kembali ke hotel. 

Terus terang, aku merasa sakit. Bukan, bukan pada anggota tubuhku. Melainkan di dalam sana. Ia adalah hati. Ia adalah sesuatu yang jika baik ia, akan baiklah hal lainnya. Jika buruk ia, akan buruklah hal lain pula.

Sakit yang kurasakan. Adalah rasa sedih karena tanpa sengaja, saat berlari tadi, aku sempat menabrak seseorang, tanpa sengaja. Namun aku bahkan tak bisa berhenti untuk minta maaf padanya. Tidak bisa, dalam lautan manusia yang hanya mementingkan diri sendiri semua. 'Ini baru di dunia, bagaimana pula di Yaumil masyar kelak' batinku saat itu.

Semua manusia saling cuek. Yang penting dia bisa masuk dan mendekati tepi kubur Nabi terlebih dulu. Tak peduli siapa menabrak siapa. Asal bisa selamat sampai tujuan, itu sudah cukup.

Foto ini aku ambil saat keluar dari pintu 25  Nabawi. Entah kenapa, pintu ini adalah pintu yang paling sering kulalui selain pintu 24. 


#tantanganforsen_februari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hokben, Pilihan Keluarga Kita

Menjadi Mentor Menulis

Liburan ke Takengon